Ada beberapa alasan yang membuat kami yakin bahwa Al-Qur’an mengandung potensi energi yang sangat luar biasa, diantaranya;
1. Hukum Kekekalan & Tajassud Al-A’mal
sebagai manifestasi hukum kekekalan energi. Selama ini kita memahami bahwa
energi itu tidak pernah musnah, namun ia hanya berubah-rubah bentuk saja. Dari
energi gerak, misalnya, menjadi energi listrik lalu menjadi energi cahaya dan
seterusnya. Singkatnya, energi tidak pernah musnah. Pemahaman tentang hukum
kekekalan energi sudah menjadi keyakinan yang tak terbantahkan. Akan tetapi,
sebenarnya bukan hanya energi yang tidak pernah musnah, namun semua amal manusia
yang dilakukan oleh manusia, baik itu amalan positif atau negatif, keduanya
akan tetap terjaga pada mekanisme sistem yang telah diciptakan Allah. Banyak
ayat yang menjelaskan keyakinan ini, seperti pada firman-Nya:
“dan apa yang mereka lakukan akan hadir”
(Al-Kahfi: 39).
Agar lebih jelas, Anda dapat membaca
penjelasan saya pada buku seri Qur’anic Power I
dengan judul Qur’anic Power:Konsep Juz berbasis Hitungan”, pada
bab II tentang landasan Filosofis Konsep Juz berbasis Hitungan.
2. Ayat-Ayat Al-Qur’an yang menunjukkan
pengertian bahwa Al-Qur’an memiliki energi yang sangat luar biasa. Perhatikanlah
beberapa ayat berikut;
Dan sekiranya ada
suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat
digoncang-kan atau bumi jadi terbelah atau oleh karenanya orang-orang yang
sudah mati dapat berbicara, tentu Al-Qur’an itulah dia. (13 : 31).
Apa yang dapat
kita simpulkan dari firman Allah diatas adalah bahwa jika ada bacaan yang mampu
menggoncangkan gunung, membuat bumi terbelah serta orang mati dapat berbicara
maka bacaan itu adalah Al-Qur’an. Apakah salah jika ayat tersebut dipahami
bahwa Al-Qur’an memiliki kekuatan dahsyat atau supranatural sehingga gunungpun
dapat digoncangkan dengan Al-Qur’an, bumipun dapat dibelah serta orang mati
dapat bangkit hidup kembali karena bacaan Al-Qur’an? Atau adakah makna lain
padahal ayat tersebut maknanya sudah sangat begitu jelas?
Kalau sekiranya
Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya
tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan
perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (59
: 21)
Firman Allah
diatas jelas menegaskan bahwa ada kekuatan atau energi yang maha dahsyat pada
Al-Qur’an, yang mana jika ia diturunkan pada sebuah gunung maka gunung tersebut
akan hancur karena takutnya kepada Allah. Apakah pengertian tersebut salah atau
menyimpang, padahal sudah sangat jelas firman-Nya seperti itu. Bukankah apa
yang disampaikan Allah pada ayat tersebut menunjukkan adanya potensi energi supranatural
pada Al-Qur’an yang sangat dahsyat?
“Dan Kami turunkan
dari Al-Qur’an suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman
dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain
kerugian. (17 : 82)
Ayat diatas menjelaskan
ada energi syifa (penyembuh) pada Al-Qur’an. Memang semua Ulama mengakui akan
adanya kekuatan penyembuh pada Al-Qur’an, namun diantara mereka (sekelompok
kecil ulama) menolak atau agak ragu jika Al-Qur’an dapat menyembuhkan semua
penyakit fisik. Bagi mereka, Al-Qur’an hanya memiliki efek syifa (penyembuh)
untuk penyakit batin.
Kami yang
mengusung Konsep Juz berbasis Hitungan, sangat yakin bahwa kemampuan syifa yang
dimiliki Al-Qur’an untuk penyakit lahir dan batin. Mengapa? Bukankah semua
penyakit fisik diakui secara medis bersumber dari penyakit batin? Lalu, mengapa
kita harus menolak
kemampuan Al-Qur’an untuk menyembuhkan penyakit lahir, sementara sumber
penyakitnya saja, yaitu batin dapat disembuhkan oleh Al-Qur’an. Lalu, bukankah
penyakit batin lebih sulit daripada penyakit fisik? Lalu, mengapa kita harus ragu bahwa
Al-Qur’an mampu menyembuhkan penyakit fisik? Bukankah penyakit batin yang lebih
berat dari penyakit fisik saja dapat disembuhkan, lalu mengapa kita harus ragu
jika penyakit yang lebih ringan dapat disembuhkan oleh Al-Qur’an? Lagi, mengapa
kita ragu
pada Al-Qur’an yang merupakan mukjizat abadi, yang mana mukjizatnya dapat kita
saksikan karena keabadiannya? Bukankah makna mukjizat adalah sesuatu yang ajaib
dan mengagumkan ? Jika Al-Qur’an hanya bisa membuat batin tenang serta
menyembuhkan penyakit batin semata maka itu adalah hal yang lumrah, karena
memang itu urusan ritual atau spiritual yang akan membuat tenang batin manusia.
Baru kita dapat katakan keajaiban yang mencengangkan jika Al-Qur’an dapat
menyembuh-kan penyakit fisik seperti kanker, tumor, jantung dan sebagainya.
Dengan demikian, sangat sulit rasanya untuk menerima keyakinan bahwa
al-Qur’an hanya memiliki kemampuan menyembuhkan untuk penyakit fisik semata.
Berkata Sulaiman:
“Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa
singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang
berserah diri”. Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang
kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar
kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya”. Berkatalah seorang yang mempunyai
ilmu dari Al-Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu
berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya,
iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku
bersyukur atau mengingkari (akan ni’mat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur
maka sesung-guhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan
barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. (27 : 38 - 40)
Ada prinsip untuk memahami Al-Qur’an
bahwa pada setiap kisah yang terdapat di dalam Al-Qur’an mengandung pelajaran
atau istinbath hukum yang bisa diraih. Begitu pula pada kisah tersebut. Apa
yang hendak Anda katakan, bukankah dengan mudah kita dapat menyimpulkan bahwa
memang ada potensi supranatural pada Kitab Allah yang kekuatannya mengalahkan
kekuatan potensi yang dimiliki Jin. Selain itu, kisah tersebut membuktikan
bukan hanya ada potensi supranatural pada Kitab Allah juga boleh hukumnya untuk
memberdayakannya untuk tujuan positip.
Perhatikanlah apa
yang dilakukan Nabi Sulaiman setelah singgasana Ratu Bulqis tersebut ada
dihadapan-nya. Kita ketahui bahwa Nabi Sulaiman mensyukuri atas karunia
tersebut. Beliau memandangnya sebagai bentuk nikmat dari Allah yang harus
disikapi dengan rasa syukur. Jelas, apa yang dilakukan Nabi Sulaiman
menunjukkan bahwa memberdayakan kekuatan potensi kitab Allah selain mungkin juga
diperbolehkan oleh ajaran Tauhid. Bahkan, oleh beliau dipandang sebagai salah
satu bentuk nikmat dari Allah. Jika pada
kisah-kisah yang tertulis dalam al-Qur’an terdapat kekeliruan, maka Al-Qur’an
akan segera memberikan penjelasan, kritik, kecaman atau teguran. Akan tetapi pada surat
tersebut justru Nabi Sulaiman memberikan kesempatan kepada para pembesarnya
untuk memberdayakan potensi Kitab Allah dan beliau menikmatinya dengan rasa
syukur kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar